Monday, October 11, 2010

Sisi Tersembunyi dari Kampus Universitas Indonesia - 1

Kalau kita membicarakan kampus UI Depok, yang terbayang pertama tentunya sebuah hutan yang ada kampusnya (atau bisa juga sebaliknya sebuah kampus yang ada hutannya). Wilayah yang dikelilingi pagar kuning UI memiliki luas sekitar 300 hektar. Dari luas tersebut hutan mencakup kurang lebih 50%.

Di tengah program perbaikan estetika lingkungan kampus (yang membuat kampus memang terlihat lebih indah daripada 10 tahun lalu) ternyata hutan kota UI menurut saya malah tambah liar (setidaknya dibandingkan 7 tahun lalu waktu saya masih bujangan dan masih sering jalan-jalan di hutan UI). Kalau dulu saya masih sering melihat anak-anak dan orang tuanya atau dua sejoli yang sedang berjalan-jalan di tengah hutan, maka sekarang saya hanya menemukan beberapa orang pemancing dan goweser yang terobsesi dengan lintasan off road.

Minggu kemarin saya coba melintasi kembali jalur-jalur lama saya tersebut. Pertama jalur trekking yang menuju tulisan Universitas Indonesia yang sering dijuluki Hollywood UI. Jalur ini mungkin sudah cukup terkenal bagi para mahasiswa maupun goweser. Namun tetap saja. Jalur ini terlihat lebih liar daripada 7 tahun lalu.
Jalan masuk kalau mau ke Hollywood UI

Dari jalan masuk ke Hollywood UI tersebut kelihatan bahwa jalur ini masih bisa dibilang “ramah” lah.

Tapi sayang di dalamnya ternyata jalan sudah lumayan parah, bergelombang, becek dan seterusnya. Tujuh tahun lalu di kanan kiri jalur ke Hollywood UI masih ada kebun (kayaknya kebun pembibitan tanaman obat sesuai dengan plang di atas) tapi sekarang yang ada hanya tanaman liar. Memang masih ada plang kebunnya sih tapi benar-benar penuh semak liar.
Sampailah aku di Pondok di tengah hutan dekat Hollywood UI. Pondok apa itu, kemungkinan terkait dengan pembibitan. Soalnya kelihatan banyak karung-karung mirip karung-karung pupuk kandang di gubug sebelahnya.
Pondok di belakang Hollywood UI

Dari pondok itu, kita bisa belok kanan ke Hollywood UI atau belok kiri ke bendungan antara Situ Puspa dan Situ Ulin. Lurus bisa juga sih, lewat jalan-jalan yang hanya diketahui para pemancing. Aku dulu juga sudah pernah jalan lurus terus nongkrong di salah satu spot pemancingan yang lagi sepi.

Namun hari kemarin akan tidak ngambil jalan ke kanan atau lurus. Aku belok ke kiri ke bendungan antara Situ Puspa dan Situ Ulin. Jalur yang dilalui tidak terlihat adanya bekas-bekas sepeda lain. Berbeda dengan jalur dari depan FIB ke pondok tengah hutan. Jalur yang kulalui itu sepertinya hanya dipakai oleh para pemancing saja. Alhamdulillah, jadi tidak terlalu becek.

Sampai di dekat bendungannya jalan menurun tajam dan licin. Aku tuntun sepeda dengan hati-hati. Untung tepat di bawah turunan terdapat tumpukan daun yang sudah membusuk yang membuat tanah begitu lembek dan becek. Tanah yang lembek itu berfungsi sebagai rem agar tidak kebablasan ke danau hehe.
Jalan setapak antara Danau Puspa dan Danau Ulin dilihat dari Bendungan
Setelah melewati bendungan antara Situ Puspa dan Situ Ulin kita akan menjumpai trek menanjak (dan licin lagi). Gak mungkin saya bisa menanjak naik sepeda saya. Ya akhirnya dituntun. Setelah tanjakan kembali saya menjumpai jalur yang sangat becek, berlumpur dan seterusnya. Tapi jalur ini sepertinya sudah banyak dirambah sepeda sebelumnya. Terbukti dari jejak-jejak yang terlihat masih baru. Kemungkinan para penggila sepeda gunung.

Berdasarkan ingatan saya tujuh tahun lalu, seharusnya setelah menanjak dan bersepeda beberapa saat saya akan menjumpai lapangan sepakbola. Namun ketika dicari dikanan dan dikiri tetap tidak ditemukan lapangan sepakbola. Sepertinya lapangan dimaksud sudah dialihfungsikan menjadi hutan sepenuhnya dengan menanam pohon-pohonan. Di suatu tempat yang lumayan lapang memang terlihat pohon-pohon yang sepertinya lebih muda dari pada pohon- pohon di sekitarnya.

Situs eks lapangan sepakbola
Setelah menemukan tempat eks lapangan sepakbola saya meneruskan perjalanan melintasi trek yang becek. Seingat saya dulu di sekitar situ terdapat semacam pangkalan para penderes karet lengkap dengan beberapa drum karet. Tapi sepertinya sekarang sudah tidak ada. Di mana-mana hanya ada hutan liar dan trek yang sama liarnya.

Kondisi trek yang exciting
Seingat saya trek di daerah situlah yang sering dipakai oleh para penggila sepeda gunung untuk mencoba keberaniannya.

Lepas dari hutan itu saya masuk ke jalan lingkar UI yang ke arah Asrama. Alhamdulillah nyampe daerah beradab juga. Waktu itu hari minggu dan banyak yang jalan-jalan atau bersepeda di jalan lingkar itu. Tapi sepertinya yang belepotan lumpur cuma saya.

Setelah melewati pal perbatasan Jawa Barat – DKI Jakarta (palnya lumayan kecil, jadi bagi yang belum tahu harus agak teliti mencarinya). Saya menyempatkan diri turun dari sepeda untuk memotret sungai kecil yang saya indikasikan di blog lama saya sebagai eks sungai purba.
Sungai kecil yang saya indikasikan sebagai sisa-sisa sungai purba


Bersambung …

No comments:

Post a Comment