Tuesday, November 16, 2010

Kesalahan Pendapat Idul Adha di Indonesia 16 November

Secara eksplisit saya sebutkan bahwa trigger penulisan posting ini berasal dari tulisan salah satu saudara saya Abul Jauza di blognya (linknya ini). Dalam tulisannya, ustadz Abul Jauzaa mengeluarkan segenap jurus-jurus tenaga dalamnya yang kesimpulannya puasa Arofah di Indonesia dilaksanakan pada hari senin tanggal 15 November dan Idul Adha di Indonesia (seharusnya) dilaksanakan hari selasa tanggal 16 November.

Pembahasan serupa dibahas di blog salafyitb, blog ustadzaris dan blog rumaysho.com. Berbeda dengan blog Abul Jauzaa, blog-blog yang saya sebutkan terakhir ini umumnya mengutip pendapat Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin yang berpendapat bahwa Idul Adha (dan puasa Arofah) mengikuti terlihatnya hilal di negeri masing-masing.

Perbedaan pendapat mengenai hal ini memang lumayan “seru” di kalangan penuntut ilmu. Apalagi karena ulama-ulama terdahulu umumnya jarang membahas mengenai waktu puasa Arofah dan Idul Adha ini. Pembahasan-pembahasan yang ada di kitab-kitab mereka umumnya hanya mengenai perbedaan hilal Ramadhan dan Syawwal.

Teman-teman pun banyak yang menanyakan kepada saya, kapan saya merayakan idul adha. Maka saya katakan bahwa saya (akan) shalat ied pada hari rabu tanggal 17 November. Dari jawaban saya itu, seolah-olah saya seperti mengikuti penjelasan di blog ustadzaris dan rumaysho.com. Padahal, saya katakan bahwa, saya juga sependapat 1000% dengan akh Abul Jauzaa. Saya pun merasa sudah ber-idul adha pada yaumunnahar jamaah haji di Makkah.

Jadi bagaimana saya bisa sampai keyakinan (dan kompromi) seperti itu? Jawabannya ada pada pemahaman kita atas hilal, visibilitasnya, hijri date line, international date line dan konsep-konsep lain di sekitarnya.

Sebagai pendahuluan saya akan berikan gambar ini:
Ini adalah gambar visibilitas hilal pada tanggal 6 November 2010 yang saya ambil dari situs rukyatul hilal Indonesia. Model visibilitas ini juga bisa diakses di situs International Crescent Observation Project. Tapi karena di ICOP bahasanya pake Inggris akhirnya saya kopikan yang dari RHI.

Apa yang bisa kita peroleh dari gambar visibilitas ini?

Pertama, yang paling kasat mata adalah bahwa pada tanggal 6 November sebenarnya mustahil terlihat hilal di Arab Saudi. Jadi klaim rukyat pada tanggal 6 November (yang meniscayakan Idul Adha pada tanggal 16 November) adalah salah secara saintifik.

Namun bukan ini sebenarnya kesimpulan utama yang saya kehendaki. Masalah kesalahan visibilitas hilal Saudi ini tidak akan saya ungkit-ungkit lagi (daripada diprotes kanan kiri, hehehe). Yang jelas secara syar’i, visibilitas hilal itu sudah sah karena sudah disahkan oleh Mahkamah Syariah dan menjadi keputusan Pemerintah Saudi.

Insight yang ingin saya jelaskan dari gambar visibilitas hilal itu sebenarnya adalah bahwa pola visibilitas hilal sebenarnya terpola dengan sistematis sesuai dengan posisi bulan dan bumi. Pada tanggal masehi yang sama (sesuai dengan kesepakatan international date line), pada saat matahari terbenam bulan akan lebih mungkin terlihat dari bujur yang lebih barat untuk lintang yang sama.

Pola visibilitas ini tidak bisa diklaim sejajar dengan garis lintang maupun garis bujur karena polanya memang tergantung posisi bulan yang tidak selalu sejajar dengan khot ul-istiwaa’ (khatulistiwa kata org Indonesia).

Visibilitas ini bersifat dinamis, artinya posisinya tidak selalu sama pada masing-masing bulan. Sebagai contoh diperlihatkan visibilitas hilal Ramadhan tahun ini (1431 H) pada 10 Agustus 2010.

Dari gambaran pola visibilitas hilal, kita juga bisa menyimpulkan bahwa seiring dengan perjalanan (semu) matahari dari timur ke barat, visibilitas hilal juga semakin baik ke arah barat.

Dari kenyataan inilah beberapa tokoh rukyat menciptakan apa yang disebut hijri date line. Date line ini berfungsi mirip seperti international date line untuk penentuan tanggal masehi (tidak mirip untuk penentuan day-nya) hanya saja bentuk garisnya tidak mengikuti garis bujur 180 derajat, tapi mengikuti pola visibilitas hilal atau tepatnya garisnya terbentuk pada pertemuan wilayah C dan D gambar-gambar di atas.

Berdasarkan hijri date line ini maka selatan Afrika, Amerika tengah dan Amerika selatan (dimungkinkan untuk) memulai tanggal 1 Dzulhijjah pada magrib tanggal 6 November 2010 sedangkan wilayah lainnya pada magrib 7 November 2007.

Insight dari seluruh penjelasan mengenai visibilitas dan hijri date line ini adalah bahwa tanggal 1 hijriyah dimulai dari wilayah dimana terlihat hilal, kemudian berjalan ke bujur sebelah baratnya untuk lintang yang sama. Artinya juga terlihatnya hilal di satu wilayah hanya berarti untuk wilayah yang berada di bujur sebelah baratnya dan tidak berpengaruh ke wilayah di bujur sebelah timurnya untuk lintang yang sama.

Penerapan hijri date line ini memang dipersulit dengan klaim rukyat yang mengada-ada seperti yang terjadi di Saudi Dzulhijjah tahun ini. Namun mari kita lupakan hal tersebut dan kita anggap rukyat tersebut bisa diterima dan tidak ada rukyat-rukyat lain di bujur yang lebih timur dari Saudi yang terlaporkan. Sehingga hijri date line (kemungkinan) berbentuk seperti garis hitam di bawah ini.
Berarti, wilayah Indonesia baru akan masuk tanggal 1 Dzulhijjah pada maghrib tanggal 7 November sehingga tanggal 10 Dzulhijjah (Idul Adha) akan jatuh pada tanggal 17 November. Jika dilihat dari penanggalan Hijriyah (yang berbasis pada hijri date line di atas), tanggal 10 Dzulhijjah di Indonesia (yg kebetulan jatuh pada 17 November Masehi) akan jatuh pada date atau tanggal hijriyah yang sama dengan Arab Saudi yang berarti “hari” idul adha di Indonesia akan jatuh pada “hari” yang sama dengan yaumunnahar jamaah haji.

Kenapa kata-kata “hari” saya beri tanda kutip? Karena hari di sini lebih mengacu pada tanggal yang sama bukan hari dalam arti nama-nama hari: senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu atau minggu.

Kenapa harus dibedakan makna hari sebagai tanggal (date) dan hari sebagai day. Karena dalam penentuan day (senin selasa rabu kamis dst) kita, umat Islam secara de facto mengakui keberadaan international date line, termasuk dalam penamaan hari (day) di kalender hijriyah kita. Namun, dalam penentuan tanggal (date) hijriyah, kita secara implisit menggunakan hijri date line (saya sebut implisit karena yang eksplisit terlihat adalah penggunaan matla’ hilal masing-masing wilayatul hukmi – bukan hilal global)

Sekarang kita tinggalkan segala kerumitan bahasan di atas. Saya secara simple mengkomentari sedikit yang menurut saya perlu dikomentari dari pendapat-pendapat dalam blog abul jauzaa’. Secara umum saya tidak akan menegasikan dalil-dalil dan jurus-jurus tenaga dalam akh Abul Jauzaa karena saya pun sebenarnya sepakat. Saya hanya memberi komentar sedikit.

Abul Jauzaa mengatakan:

Telah berlalu penjelasan bahwasannya puasa ‘Arafah disunnahkan hanya bagi mereka yang tidak melaksanakan wuquf di ‘Arafah. Ini mengandung pengertian bahwa puasa ‘Arafah ini terkait dengan pelaksanaan ibadah haji/wuquf. Jika para hujjaj telah wuquf, maka pada waktu itulah disyari’atkannya melaksanakan puasa ‘Arafah bagi mereka yang tidak melaksanakan haji.

Saya komentari bahwa:

Saya sepakat 1000% bahwa puasa Arafah dilakukan jika para hujjaj sedang wukuf. Namun permasalahannya, bagaimana Indonesia, yang memiliki zona waktu berbeda dengan Saudi menerjemahkan waktu “hujjaj sedang wukuf” tersebut. Wukuf dilakukan siang hari sementara puasa juga siang hari. Sementara itu siang hari di Arab Saudi beda waktunya dengan siang di Indonesia.

Sebenarnya ada pertanyaan yang lumayan menggelitik dari Ayazka di blog Abul Jauzaa tersebut:

Ustadz ... kalo puasa 'Arafahnya pada waktu jama'ah haji wuquf di 'Arafah, maka disini waktunya adalah mulai Senin sore hingga pagi hari. Pertanyaan saya kan simple, kita puasanya hari Senin atau Selasa?

Jzkl


Wukuf di arofah ternyata dilakukan hari senin di Saudi. Tapi ketika waktu yang sama dikonversi ke zona waktu Indonesia jadinya mulai senin sore sampai selasa pagi waktu Indonesia. Nah, kita jadi puasanya senin atau selasa . Hehehe, menggelitik juga pertanyaan ini.

Yang benar menurut saya adalah selasa waktu Indonesia.

Gambarannya saya buat berdasarkan rukyat awal Dzulhijjah sebagai berikut: Saudi adalah wilayah paling awal yang mengklaim rukyat, dengan demikian Saudi akan menjadi daerah yang paling awal memasuki tanggal 1 Dzulhijjah yang bertepatan dengan magrib tgl 6 November (untuk memudahkan pengertian, sementara kita abaikan pengaruh perbedaan bujur). Analoginya sama dengan Kiribati yang menjadi wilayah pertama di Pasifik yang memasuki tanggal 1 Januari (tahun baru). Hari (day) apa pada saat Saudi memasuki tanggal 1 Dzulhijjah? Day-nya tetap sabtu (maghrib) karena untuk day, umat Muslim tetap menggunakan international date line.

Setelah Saudi masuk tanggal 1 Dzulhijjah, berturut-turut setelah itu Mesir secara teoritis akan melaporkan rukyat, Maroko akan melaporkan rukyat, Amerika akan melaporkan rukyat, Pasifik (di Pasifik day-nya masuk minggu) rukyat juga, kemudian di Indonesia pun melaporkan rukyat. Dengan demikian di Indonesia 1 Dzulhijjah baru masuk 20 jam setelah Saudi yaitu pada hari minggu maghrib karena telah melewati international "day" line. Saya tegaskan bahwa tanggal 1 Dzulhijjah di Saudi maupun di Indonesia yang berasal dari konsep date line yang didukung rukyat seperti itu merujuk pada hari yang sama. Kalaupun kebetulan day-nya beda (Sabtu dan Minggu) hal tersebut terjadi karena “kebetulan” konsep day line yang berlaku di dunia Islam sama dengan day line internasional yang notabene semula digunakan untuk penanggalan Masehi.

Karena tanggal 1 dimulai dari hijri “date line” Saudi, maka tanggal 9 (hari pelaksanaan wukuf arofah) dzulhijjah juga dimulai dari Saudi yang kemudian berturut-turut ke barat sampai melewati international “day” line di pacific dan kemudian ke Indonesia. Artinya puasa arofah di Indonesia adalah hari selasa yang bertepatan dengan 16 November 2010.

Atas pertanyaan menggelitik Ayazka itu ustadz Abul Jauzaa menjawab simpel:

@pak Ayazka dan pak anonim,....sebenarnya perkaranya sangat mudah (tapi entah kok menjadi seakan-akan rumit sekali). Pemerintah Saudi menetapkan 'Iedul Adlhaa tanggal 16 Nopember 2010, yang bertepatan dengan hari Selasa. Artinya, wuquf 'Arafahnya hari Senin. Kita pun mengikutinya pada hari Senin juga. Hari Senin Indonesia dan Saudi sama. Selisih waktu kita dengan Saudi adalah 4 jam.

Jawaban beliau memang simpel tapi terlalu mensimpelkan permasalahan. Jarak kita dengan Saudi memang cuma empat jam. Tapi dari Saudi ke Indonesia itu berjalan ke timur. Artinya kalau kita sepakat bahwa Saudi-lah yang pertama mengklaim rukyat, maka seharusnya perjalanan hari dilakukan ke barat dari Saudi yaitu ke arah mesir, maroko dan seterusnya. Artinya Indonesia baru akan menjumpai hari arofah 20 jam setelah Saudi.

Saya jadi berpikir iseng, seandainya dulu, kesepakatan para kolonialis eropa membuat international date line (yang juga menjadi international “day” line) bukan di pacific tapi di India. Maka sebenarnya Indonesia juga akan puasa arofah pada day yang sama dengan Saudi karena perjalanan dari Saudi ke barat tidak menabrak international “day” line.

Atau jika ternyata kepulauan Kiribati yang pertama mengklaim rukyat (dimana lintangnya tidak jauh beda dengan Indonesia dan Saudi), maka international “day” line dan hijri date line akan memotong di Kiribati, sehingga di Indonesia dan Saudi akan mengalami hijri date dan day yang sama.

Jawaban simpel seperti pola Abul Jauzaa tersebut mungkin muncul jika kita masih merancukan konsep international date line (international “day” line) ke dalam konsep penanggalan hijriyah kita.

Iwana Nashaya berkata dalam komentarnya di blog Abul Jauzaa:

Sedangkan untuk daerah-daerah yang memiliki garis bujur sama atau berdekatan, memiliki waktu yang sama (berpeluang untuk menyaksikan terbitnya matahari atau bulan pada saat yang bersamaan), sekalipun jarak mereka lebih dari 120 km. (please, review pembagian daerah waktu di peta!).

Komentar saya:

Silakan dilihat lagi peta visibilitas hilal di atas. Belum tentu daerah dengan bujur yang sama memiliki probabilitas melihat rukyat yang sama. Dalam pengamatan geosentris, azimuth bulan bisa jadi (bahkan lebih sering) berbeda dengan azimuth matahari.

Kesimpulan tulisan ini:

1. Puasa arofah di Indonesia menurut penanggalan Masehi tetap pada tanggal Selasa 16 November bertepatan dengan wukuf di Arofah yang (kebetulan karena masalah teknis international "day" line jatuh pada hari Senin waktu Saudi). Idul Adha di Indonesia juga tetap Rabu tanggal 17 November bertepatan dengan yaumunnahar (yang kebetulan juga karena masalah teknis international "day" line jatuh pada hari Selasa waktu Saudi).

2. Jika kita bisa mensinkronkan pemikiran kita dengan konsep hijri date line dan menyesuaikan pandangan kita terhadap international date line sesuai dengan penanggalan hijriyah kita, maka Insya Alloh kita tidak akan melihat adanya khilaf dalam masalah ini. Insya Alloh tidak akan ada lagi pertanyaan apakah kita akan ikut Mekkah atau ikut negara sendiri. Selama semua pihak baik penguasa Mekkah maupun penguasa negeri kita menggunakan rukyat dengan benar sesuai kaidah-kaidahnya, maka insya Alloh semuanya akan sinkron.

Perhatian: dalam hal ini saya tidak menanggapi pendapat yang didasarkan pada pendapat ormas-ormas seperti HT, Persis, Muhammadiyah. Saya sama dengan akh Abul Jauzaa insya Alloh dengan mengatakan bahwa "saya tidak dipusingkan dengan apa yang mereka ambil, karena istinbath hukum bukan bersumber dari mereka."

7 comments:

Anonymous said...

waduh kagak ngarttiii.. istilah dan penerapan astronominya pusing.. ga ngarti.. :(

Anonymous said...

mas, bukannya masuknya tanggal hijriah itu dimulai setelah matahari terbenam?

riga said...

keren penjelasannya, logis. sy juga sempat bingung, kenapa malah saudi yang lebih dulu, padahal kita lebih cepat 4 jam, ternyata putarannya dibalik, jadi kita lebih lambat 20 jam. hmm :)

syukron

Anonymous said...

assalaamu'alaykum, pak...

wah, artikelnya bagus, pak.. yang penting kita sama-sama idul adhanya hari rabu... hahaha...

faidzin said...

@Anonymous pertama: yg tidak dipahami yang mana. Insya Alloh akan saya perjelas kalau saya tahu mana yang belum dipahami.

@Anonymous kedua: lha memang iya. makanya saya mengulang kata-kata magrib beberapa kali ketika menyebutkan masuknya tanggal. Maksudnya ya karena masuknya hari baru di hijriyah dimulai pada Magrib. Silakan dilihat lagi.

Terimakasih komentarnya. Untuk semua anonymous mohon maaf karena anda anonymous jadi tidak bisa silaturahim balik ke blog anda.

faidzin said...

@riga: Pada dasarnya saudi bisa lebih dahulu karena saudi lebih dahulu melihat hilal, bukan sekedar karena kita lebih lambat 20 jam.
Terimakasih kunjungannya.

dzuhrif said...

Assalamualaikum,

Bisa dijelaskan gk ya kenapa kita malah terlambat 20 jam? bener nih, saya nggak dong.

jazaakallahu khairan

Post a Comment