Wednesday, December 15, 2010

Salafiy yang Membebaskan

Sebagian orang menganggap orang-orang salafiy sebagai orang yang eksklusif, menganggap diri paling benar, suka mentahdzir, suka membid'ahkan, suka menghajr (memboikot), menganggap sesat, membantah, mencela, keras, kasar, tak pernah senyum, suka berdebat, berpikiran sempit dan sebagainya.

Saya tidak tahu dari mana orang-orang bisa menyimpulkan seperti itu. Bertahun-tahun saya mencoba belajar manhaj salaf pada orang-orang yang (katanya) dianggap salafi. Kok, saya tidak menemukan seperti itu, ya?

Semakin lama saya mempelajari manhaj salaf, saya justru semakin merasa damai. Pandangan saya mengenai Islam jadi bertambah luas, tidak sempit dan picik. Saya pun diajari untuk bergaul dengan manusia secara baik dan ramah sesuai takarannya, kepada tetangga, kepada rekan-rekan kerja dan lain-lain. Tidak pernah ada pembatasan pergaulan.

Saya diajari untuk menilai kebenaran pada dalil saja. Saya diajari untuk mencontoh para salafusshalih (yaitu orang-orang terdahulu yang shalih). Tidak pernah saya diajari untuk membatasi kebenaran hanya pada ustadz atau syaikh tertentu saja tanpa melihat dalil dan bagaimana konstruksi suatu pendapat secara keseluruhan, termasuk khilaf-khilaf (perbedaan pendapat) apa yang terjadi. Dan untuk membahas mengenai perbedaan, maka saya diajari untuk berdiskusi dan berdebat dengan etika yang baik, kepada siapapun orangnya.

Saya jadi merasa bahwa Islam itu sebenarnya indah, ya. Damai, luas, ramah, mudah.

Kunci yang saya pelajari agar manhaj salaf bisa membuat hidup ini semakin indah adalah dengan menjadikan manhaj salaf tetap sebagai manhaj atau metodologi, tidak mereduksi manhaj salaf hanya sebagai sebuah kelompok dengan ciri-ciri kasat mata tertentu atau kelompok yang seragam pandangan syariat-nya. Memang, bagi kita yang terbiasa berpikir sederhana berdasarkan apa yang terlihat (pola pikir materialisme sederhana), berpikir salafiy sebagai metodologi yang abstrak mungkin agak sulit. Apalagi bila kita yang pernah bergaul atau bahkan bergabung dengan kelompok-kelompok tertentu, maka kita pun akan cenderung menganggap salafiy sebagai kelompok juga.

Istri saya mengajar bahasa Arab untuk muslimah. Kebetulan suatu hari istri saya berinisiatif menggunakan syair yang berlagu untuk mempermudah proses pengajarannya. Setelah selesai mengajar, muncul kasak kusuk yang menanyakan apa manhaj istri saya. Aneh sekali, gara-gara menggunakan syair untuk mempermudah pengajaran, langsung dipertanyakan manhajnya. Inilah salah satu contoh kesulitan kita untuk memandang manhaj salaf sebagai manhaj saja, bukan sebagai kelompok dengan ciri-ciri kasat mata tertentu maupun kelompok dengan pendapat yang seragam.

Selama kita memandang salafiy hanya sebagai manhaj (yaitu manhaj salafusshalih) maka kita akan memahami bahwa yang pasti benar itu hanya Alloh dan Rasul-Nya. Semua yang selainnya mungkin salah dan mungkin benar. Bisa jadi seseorang seumur hidup tidak pernah mengaku salafiy, namun jika dia melakukan sesuatu yang sesuai dengan petunjuk Alloh dan Rasul-Nya, maka bisa jadi dia benar (dalam hal itu). Bisa jadi seseorang seumur hidup berteriak-teriak mengaku salafiy, namun jika setiap hari dia menentang petunjuk Alloh dan Rasul-Nya, maka dia bisa jadi  salah. Di satu sisi Islam memang mengenal hitam putih, terang dan gelap. Tapi ada juga sisi gradasi dari Islam yang tidak bisa lantas dihakimi dengan kacamata hitam putih.

Memang saya masih sangat jauh dari contoh para salafusshalih. Namun, Alhamdulillah bagi saya manhaj salaf mulai terlihat sebagai manhaj yang membebaskan.

Membebaskan saya dari taqlid kepada ustadz tertentu, syaikh tertentu, ketua umum, presiden, muraqib aam, mursyid, atau apapun namanya menuju ittiba’ Rasulullah semata. .
Membebaskan saya dari kesempitan pandangan, fanatisme mazhabiyah, fanatisme pendapat atau apapun gejalanya menuju kelapangan dan variatif-nya pendapat dalam Islam.
Membebaskan saya dari ikatan berbagai ikatan firqoh, jamaah, kelompok, partai, hizb atau apapun namanya menuju keluasan dan keramahan Islam.

2 comments:

Miftahuljannah said...

YANG MUDAH-MUDAHAN ANDA JUGA TIDAK IKUT-IKUTAN menganggap diri paling benar, suka mentahdzir, suka membid'ahkan, suka menghajr (memboikot), menganggap sesat, membantah, mencela, keras, kasar, tak pernah senyum, suka berdebaT.....

Anonymous said...

mohon maaf anda sama saja

Post a Comment