Monday, December 27, 2010

Al Arqam dalam Kenangan

Saya bukan Al Arqam. Saya pun (saat ini) sadar sepenuhnya atas apa yang dikatakan sebagai kesesatan Al Arqam sebagaimana banyak disebutkan dalam sumber-sumber lain di internet. Saya membicarakan Al Arqam di sini bukan dalam rangka tazkiyah, ta’dil atau muwazanah. Saya hanya menceritakan dalam konteks sejarah diri saya saja.

Saya mengenal Al Arqam pertama kali pada waktu SMP (kelas 1 atau 2) lewat majalah. Waktu itu saya sedang liburan di rumah mbah. Kebetulan di sana ada satu majalah (majalah umum, bukan majalah Islam) yang membahas kiprah gerakan keIslaman yang disebut Al Arqam di Malaysia dan Singapura. Disebutkan bahwa mereka sangat bersemangat dalam mengamalkan Islam (versi mereka tentunya). Mereka berkeliling dunia untuk berdakwah. Mereka sangat giat meng-Islamkan orang-orang yang belum Muslim. Disebutkan bahwa markas mereka di Singapura menjadi tempat yang paling banyak menerima permohonan masuk Islam di seluruh dunia.



Dalam pandanganku yang waktu itu masih kecil, keberadaan suatu kelompok keagamaan dengan semangat yang tinggi seperti itu, membuat aku terpesona. Perbedaannya bukan hanya dalam penampilan fisik, tapi juga pada keberanian mereka untuk membawa dan mendakwahkan agama ke mana-mana. Kalau sebelumnya aku mengetahui agama dan amalan-amalan hanya sebagai tradisi yang mengalir begitu saja tanpa ruh, maka Al Arqam dalam pandangan sederhanaku waktu itu memberi gambaran doktrin agama yang hidup dan segar. Kalau sebelumnya aku mengenal agama sebagai praktek individu yang entah seperti apa makna dan manfaatnya, maka Al Arqam menunjukkan agama sebagai praktek yang revolusioner, menyebarkan agama dan meng-Islamkan orang-orang yang belum bersyahadat.

Persinggunganku yang kedua dengan Al Arqam adalah pada masa SMA, yaitu lewat nasyid-nasyidnya. Kalau sebelum SMA aku mengenal lagu-lagu agama hanya terbatas pada qasidah dan shalawat tradisional yang terkadang hanya dinyanyikan untuk menghibur sesuai tradisi yang berlaku sejak dahulu kala tanpa ada ruh yang “baru”, maka kali ini aku bertemu dengan nasyid klasik (dengan melodi dan musik ritmik yang sederhana) tapi dinyanyikan dengan semangat dan ruh “baru”.

Kebetulan dulu aku memang suka musik klasik. Sebelum mengenal nasyid Al Arqam, hanya musik klasik yang berkesan “grande”-lah yang bisa membuatku merinding. Tapi setelah berkenalan dengan nasyid Al Arqam yang “minimalis” ternyata merindingnya lebih seru. Merinding bukan sekedar karena dzat musiknya tapi karena semangat atau ruh yang ada di balik nasyid itu. Mendengar “The Zikr-Kenangan” membuatku merinding merindukan era nubuwwah dan khilafah. Mendengar “The Zikr-Antara dua cinta” membuatku marah terhadap rasa cinta dunia yang mendiam di dalam hatiku. Mendengar “Nadamurni-Indahnya hidup bersama Ilahi” membuatku senyum-senyum sendiri membayangkan kemurahan Alloh. Mendengar bait-bait awal “The Zikr-Rasulullah” membuatku merinding dan langsung memencet fast forward ke track berikutnya karena tidak kuat menahan kerinduanku kepada Rasulullah. Masing-masing judul nasyid memberi pengaruhnya masing-masing.

Nasyid Al Arqam pertama kudengar di kos-kosan Mas Hasan (silakan baca kisah mengenai Mas Hasan di sini dan di sini). Waktu itu yang kudengar adalah album The Zikr – Antara Dua Cinta. Sewaktu Ramadhan aku punya sedikit uang saku lebih yang langsung kubelikan tiga kaset nasyid Al Arqam: The Zikr – Kenangan, The Zikr – Secerah Pawarna dan Nadamurni – Untukmu Rasulullah.


Stok The Zikr – Antara Dua Cinta kosong waktu itu. Waktu aku mau ngerekam Antara Dua Cinta dari kasetnya Mas Hasan, eh, qodarullah kasetnya hilang dipinjam orang. Baru beberapa bulan setelah itu aku berhasil merekam Antara Dua Cinta dari kaset milik Mas Udik tetangga belakang kos-kosan. Tapi anehnya, ada satu judul nasyid yang tidak ada di edisi Antara dua Cinta milik Mas Udik ini, yaitu nasyid yang judulnya Tika Abuya Pulang. Sepertinya judul ini dihilangkan di edisi Antara dua Cinta selanjutnya karena terlalu tendensius membawa-bawa Abuya.

Di kos-kosan Mas Hasan juga aku membaca salah satu edisi majalah Aula (semacam sabilinya NU) yang membahas mengenai polemik pelarangan Al Arqam. Disebutkan di situ bahwa Gus Dur yang pernah datang ke markas Al Arqam di Malaysia menyatakan bahwa Al Arqam sebenarya mirip dengan tarekat-tarekat lain, beraqidah asy’ariah dan bermazhab syafiiyah, sehingga menurut Gus Dur Al Arqam tidak sesat. Aku yang waktu itu masih aktif di IPNU dan mengidolakan Gus Dur pun akhirnya menelan mentah-mentah “fatwa” Gus Dur tersebut.

Pernah pula Mas Hasan bilang ke aku bahwa Syaikh Suhaimi (oknum yang dianggap sebagai imam mahdi oleh Al Arqam) adalah tokoh kelahiran tanah jawa juga, sama seperti aku, yaitu tepatnya di Wonosobo. Aku pun tambah merasa dekat dengan Al Arqam

Persinggungan ketiga terjadi setelah aku kuliah di Depok. Di kampus aku mencoba aktif menjadi aktivis dakwah yang bermanhaj tarbiyah (Ikhwanul Muslimin). Aktivitas yang kujalani lebih banyak ke aktivitas fisik dan pemikiran. Untuk menunjang aktivitas itu aku melengkapi dengan aktivitas ruhani yang sering diadakan di Masjid Al Hikmah Bangka (yang juga bermanhaj tarbiyah). Ketika masa penurunan kualitas dan kuantitas kegiatan pembinaan ruhani di Masjid Al Hikmah (ini ada ceritanya sendiri yang tidak dibahas di sini karena terlalu panjang), aku pun agak goyah.

Pada saat itulah ada tawaran mengikuti pelatihan shalat khusyuk*) yang diadakan oleh Hawariyyin, yaitu penerus Al Arqam di Indonesia. Saya sempat sekali mengikutinya. Saya ikut dari awal sampai akhir, bahkan setelah selesai pun saya masih bertahan di tempat dan ngobrol-ngobrol dengan beberapa ikhwan Al Arqam. Dari hasil ngobrol dengan mereka aku diangkat menjadi semacam agen di FEUI untuk publikasi kegiatan Hawariyyin. Saya sempat sekali membantu mempublikasikan salah satu acara mereka (konser Qatrunnada kalau tidak salah).

[ *) ngomong-ngomong mengenai pelatihan shalat khusyuk, Abu Sangkan yang sekarang terkenal dengan pelatihan sholat khusyuk, ternyata pernah aktif di Al Arqam juga lho, walaupun mungkin sudah tidak mengikuti Al Arqam lagi saat ini ]

Alhamdulillah setelah itu kesibukanku di kampus semakin meningkat sehingga saya tidak sempat lagi nyambi menjadi agen Hawariyyin (Al Arqam).

Setelah lulus kuliah dan menikah saya ruju ke manhaj salaf dan membuang jauh segala ketertarikan ke Al Arqam.

Di bawah ini saya kutipkan email saya sekitar tahun 2006 di mailing list assunah yang bermanhaj salaf yang membuktikan baro’ saya terhadap jamaah Al Arqam:
---------awal kutipan----------
Re: [assunnah] Siapakah Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi
From:saya@ymail.com
To:assunnah@yahoogroups.com

Waalaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuhu.

Kebetulan saya sebelum menjadi salafiyyin sempat berinteraksi dengan fikrah-nya Ashaari Muhammad.
Dia adalah pimpinan Jamaah sesat Al Arqam.
Tentunya ikhwah sekalian masih ingat heboh Darul Arqam pertengahan 90-an dulu.
Dialah pemimpin tertinggi Al Arqam Malaysia.
Sekarang memang tidak ada lagi secara resmi yang namanya Al Arqam namun Ashari Muhammad masih menjadi pimpinan spiritual bagi kebanyakan mantan anggota Al Arqam.
Dia masih tinggal di Malaysia. Di Malaysia sendiri (eks) Al Arqam sudah cenderung tidak ada gaungnya.

Kalau tidak salah, yang difatwakan dari pimpinan Al Arqam kepada anggota jamaahnya ketika Al Arqam dibredel pemerintah malaysia adalah memilih di antara tetap di Malaysia namun melepas segala atribut dan keterikatan jamaah (tanzimiyah) Al Arqam atau hijrah ke Indonesia (yang dianggapnya lebih kondusif bagi jamaah).

Salah satu contoh yang memilih alternatif pertama adalah anggota grup nasyid Raihan (dan beberapa anggota grup nasyid Hijjaz). Mereka adalah mantan anggota grup nasyid The Zikr dan Nadamurni yang menjadi underbow dari Al Arqam yang kemudian melepas segala atribut ke-Al Arqam-an mereka.
Yang memilih alternatif hijrah ke Indonesia sekarang banyak ada di Bintaro (mungkin ikhwah yang dari bintaro bisa bercerita lebih banyak)
Mereka kadang-kadang disebut sebagai orang-orang muhajirin. Sementara ikhwan mereka di Indonesia sering disebut sebagai anshor. Gabungan muhajirin dan Anshor sering disebut Hawariyyin. Mereka membentuk perusahaan dan yayasan. Biasanya nama perusahaan dan yayasan mereka memakai kata Timur, Cahaya Timur, Giliran Timur atau nama-nama semacamnya.
Nama ini berasal dari keyakinan yang sampai sekarang masih mereka pegang teguh bahwa Al Mahdi sekarang akan muncul dari Timur (yaitu Malaysia atau Indonesia). Mereka meyakini bahwa Al Mahdi mereka adalah Syaikh Suhaimi, pendiri tarikat Aurad Muhammadiyah.
Grup nasyid resmi mereka sekarang adalah Qatrunnada.
Ciri-ciri mereka, selain biasa memakai kata-kata "Timur", mereka juga gemar mengganti lafal Allah dengan kata "Tuhan", lafal Sholat dengan kata "sembahyang" (ini sesuai dengan kebiasaan Ashaari Muhammad). Dalam pembicaraan fikriyah mereka sering mengungkapkan ide mengenai "inilah saatnya 'Timur' berjaya", "Inilah waktunya muncul sang pembela" dan semacamnya.
Selain itu penampilan fisik mereka sedikit khas.
Dahulu (ketika masih berbentuk jamaah) laki-laki mereka dicirikan dengan jubah gelap dan surban yang diikat dengan cara khas (saya pernah diajari tapi nggak bisa-bisa ) sedangkan perempuan mereka berjubah hitam dengan cadar.
Sekarang penampilan mereka sudah berubah seperti layaknya muslim lainnya, namun mereka tetap memiliki ke-khasan yang seperti yang bisa dilihat pada penampilan grup nasyid Qatrunnada (dengan atau tanpa surban).
------- selesai kutipan -----------
Demikian yang bisa saya sharing kepada pembaca blog ini mengenai Al Arqam

2 comments:

Anonymous said...

satu lagi, jubah hitam, sorban, celak...

Dion

Anonymous said...

adakah menyimpan album munajat nya darul arqam

Post a Comment