Thursday, November 18, 2010

Kekeliruan Klaim Bid'ah yang dibuat oleh Fanatikus "Chaliphate-Obsessed-Party"

Saya menerima forward-an tulisan yang kalau melihat tulisan di bawahnya sepertinya ditulis oleh seseorang bernama Adi Victoria. Tulisan itu saya anggap meresahkan karena membid'ahkan orang yang beridul adha tanggal 17 November. Dari gaya penulisannya bisa ditebak dari kelompok mana dia berasal. Sebenarnya saya malas menanggapi, tapi karena adanya permintaan dari beberapa teman akhirnya saya buatkan komentar atas tulisan tersebut.

Adi Victoria berkata:

Para ulama mujtahidin telah berbeda pendapat dalam hal mengamalkan satu ru’yat yang sama untuk Idul Fitri. Madzhab Syafi’i menganut ru’yat lokal, yaitu mereka mengamalkan ru’yat masing-masing negeri. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menganut ru’yat global, yakni mengamalkan ru’yat yang sama untuk seluruh kaum Muslim. Artinya, jika ru’yat telah terjadi di suatu bagian bumi, maka ru’yat itu berlaku untuk seluruh kaum Muslim sedunia, meskipun mereka sendiri tidak dapat meru’yat.

Namun, khilafiyah semacam itu tidak ada dalam penentuan Idul Adha. Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Ru’yat ini berlaku untuk seluruh dunia.


Komentar:

Sependek pengetahuan saya, memang benar para ulama memang berbeda pendapat mengenai rukyat Ramadhan dan Syawwal ini.

Mengenai penentuan Idul Adha dan puasa arofah diskusi para penuntut ilmu di sini menyatakan belum menemukan adanya penjelasan yang pasti dari ulama terdahulu dari semua mazhab mengenai apakah puasa arofah dan idul adha itu mengikuti makkah atau mengikuti hilal negara masing-masing.

Begitu pula tidak ditemukan dalam sejarah adanya pengumuman atau pengiriman utusan oleh khalifah ke seluruh wilayah kekuasaannya untuk memberitahukan terlihatnya hilal dzulhijjah di Makkah. Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan Islam pernah meliputi sepertiga wilayah bumi. Jika memang ulama-ulama dan khalifah terdahulu memahami bahwa puasa arofah dan idul adha harus ikut Makkah maka harusnya ada utusan yang memberitahukannya ke seluruh wilayah kekuasaan Islam.

Saya tidak tahu dari sumber mana Shiddiq al Jawi bisa mengklaim bahwa seluruh mazhab telah sepakat mengamalkan rukyat yang sama untuk Idul Adha. Yang jelas para ulama mutaakhirin senior dari seluruh dunia (yang jelas lebih senior dalam segala hal dibandingkan Shiddiq Al Jawi) pun berbeda pendapat.

Permasalahan penentuan Puasa Arofah dan Idul Adha apakah ikut Makkah atau mengikut matla’ masing-masing ini sependek pengetahuan saya baru menghangat pada era berkembangnya jaringan informasi beberapa puluh tahun yang lalu. Sebelum berkembangnya jaringan informasi, orang mengikuti apa yang dia ketahui saja secara terbatas.

Saat ini arus informasi sudah sedemikian cepat. Informasi hilal di Saudi bisa dengan cepat diketahui di seluruh belahan dunia. Muncullah polemik, kita mau ikut Saudi atau mengikuti matla kita sendiri. Umat bertanya pada ulama. Ulama masa kini pun akhirnya berbeda pendapat.

Dalam hal ini tidak tepat untuk mengklaim bid’ah bagi pihak yang berbeda dengan kita karena khilaf ini sudah dikenal mu’tabar di seluruh dunia Islam (kecuali kalau pandangan kita sempit memandang dunia Islam hanya terdiri dari ulama-ulama hizb(partai)-nya sendiri).

Adi Victoria menulis:

Namun meskipun penetapan Idul Adha ini sudah ma’luumun minad diini bidl dlaruurah (telah diketahui secara pasti sebagai bagian integral ajaran Islam), anehnya pemerintah Indonesia dengan mengikuti fatwa sebagian ulama telah berani membolehkan perbedaan Idul Adha di Indonesia.

Jadilah Indonesia sebagai satu-satunya negara di muka bumi yang tidak mengikuti Hijaz dalam beridul Adha. Sebab, Idul Adha di Indonesia sering kali jatuh pada hari pertama dari Hari Tasyriq (tanggal 11 Dzulhijjah), dan bukannya pada Yaumun-nahr atau hari penyembelihan kurban (tanggal 10 Dzulhijjah).


Komentar:

kata siapa hanya Indonesia yang tidak mengikuti Hijaz. Seluruh negara-negara Mabims (Malaysia, Brunei, Indonesia, Singapura) merayakan Idul Adha Rabu tanggal 17 November 2010. Silakan cari di kantor berita mereka. Begitu pula dengan India, bahkan Pakistan yang lebih dekat dengan Saudi beridul Adha tanggal 17 November.

Adi Victoria menulis:

Kewajiban kaum Muslim untuk beridul Adha (dan beridul Fitri) pada hari yang sama, telah ditunjukkan oleh banyak nash-nash syara’. Di antaranya adalah sebagai berikut :

Hadits A’isyah RA, dia berkata “Rasulullah SAW telah bersabda :

“Idul Fitri adalah hari orang-orang (kaum Muslim) berbuka. Dan Idul Adha adalah hari orang-orang menyembelih kurban.” (HR. At-Tirmidzi dan dinilainya sebagai hadits shahih; Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 697, hadits no 1305).

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits yang serupa dari shahabat Abu Hurairah RA dengan lafal :

“Bulan Puasa adalah bulan mereka (kaum muslimin) berpuasa. Idul Fitri adalah hari mereka berbuka. Idul Adha adalah hari mereka menyembelih kurban.” (HR.Tirmidzi) Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 697, hadits no 1306)

Imam At-Tirmidzi berkata, “Sebagian ahlul ‘ilmi (ulama) menafsirkan hadits ini dengan menyatakan :

“Sesungguhnya makna shaum dan Idul Fitri ini adalah yang dilakukan bersama jama’ah [masyarakat muslim di bawah pimpinan Khalifah/Imam] dan sebahagian besar orang.” (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 699)

Sementara itu Imam Badrudin Al-‘Aini dalam kitabnya Umdatul Qari berkata, “Orang-orang (kaum Muslim) senantiasa wajib mengikuti Imam (Khalifah). Jika Imam berpuasa, mereka wajib berpuasa. Jika Imam berbuka (beridul Fitri), mereka wajib pula berbuka.”

Hadits di atas secara jelas menunjukkan kewajiban berpuasa Ramadhan, beridul Fitri, dan beridul Adha bersama-sama orang banyak (lafal hadits: an-Naas), yaitu maksudnya bersama kaum Muslim pada umumnya, baik tatkala mereka hidup bersatu dalam sebuah negara khilafah seperti dulu, maupun tatkala hidup bercerai-cerai dalam kurungan negara-kebangsaan seperti saat ini setelah hancurnya khilafah di Turki tahun 1924.

Maka dari itu, seorang muslim tidak dibenarkan berpuasa sendirian, atau berbuka sendirian (beridul Fitri dan beridul Adha sendirian). Yang benar, dia harus berpuasa, berbuka dan berhari raya bersama-sama kaum Muslim pada umumnya.


Komentar:

Hadits-hadits yang sama telah digunakan oleh ulama-ulama mazhab yang ditegaskan oleh Shiddiq Al Jawi di awal tulisan berbeda pendapat mengenai Ramadhan dan Syawwal. Hadits-hadits ini pula yang dibawakan oleh ulama-ulama mutaakhirin dalam membahas mengenai puasa arofah dan idul adha yang mana mereka juga berbeda pendapat. Jadi hadits-hadits tersebut tidak bisa digunakan untuk memaksakan penafsiran hizb-nya sendiri seperti apa yang ditambahkan dalam kurung dengan kata-kata “[masyarakat muslim di bawah pimpinan Khalifah/Imam]”, “(Khalifah)”. Penafsiran sempit hizbiyah ini merupakan pola syabab-syabab model Adi Victoria ini.

Untuk membantah klaim sempit ini cukuplah kita menggunakan penjelasan-penjelasan para ulama terdahulu kita mengenai siapa itu imam dan penguasa kaum Muslimin itu. Berkata Al Khattabi Rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim: "...yang dimaksud dengan para pemimpin kaum muslimin adalah para khalifah dan selain mereka dari para penguasa yang bertugas mengurusi urusan kaum muslimin, dan makna ini yang masyhur." Al-Khaththabi setelah menyebutkan hal ini, kemudian beliau berkata, "Dan mungkin pula untuk ditafsirkan dengan makna para ulama dien, dan..."

Artinya jika tidak ada khalifah, maka yang disebut pemimpin adalah penguasa yang (secara de facto) bertugas mengurusi urusan kaum muslimin. Era khalifah yang pertama sudah berakhir pada akhir masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib (atau ada pula yang mengatakan berakhir pada era Al Hasan bin Ali). Setelah itu yang ada adalah kerajaan. Kenyataan ini diperkuat oleh beberapa hadits sebagaimana diungkapkan oleh saudara saya Abul Jauzaa di blognya.

Dalam konteks kita umat Islam yang (qodarullah) ditempatkan di Indonesia ini, maka secara de facto pemimpin kita adalah Susilo Bambang Yudoyono karena dialah pemimpin negara yang di dalamnya ada kementerian-kementerian yang mengurus kebutuhan kaum muslimin Indonesia termasuk kementerian agama yang mengurusi penentuan hari raya umat Islam Indonesia.
Pendek kata, penerapan hadits berhari-raya bersama orang banyak (annas) yang oleh para ulama ditafsiri sebagai berhari raya bersama pemimpin, saat ini diterapkan dalam konteks Indonesia sebagai berhari raya bersama Pemerintah Republik Indonesia.

Itu adalah salah satu pendapat yang ada dalam dunia Islam, ada pula pendapat lain yang juga secara syar'i sah untuk diikuti. Namun mencap pendapat yang berbeda dengan kita sebagai bid'ah dalam masalah ini - sekali lagi - terlalu ceroboh.

Adi Victoria menulis:

Hadits di atas merupakan dalil yang jelas dan terang mengenai kewajiban penyatuan Idul Adha pada hari yang sama secara wajib ‘ain atas seluruh kaum Muslim. Sebab, jika disyari’atkan puasa bagi selain jamaah haji pada Hari Arafah (=hari tatkala jamaah haji wukuf di Padang Arafah), maka artinya, Hari Arafah itu satu adanya, tidak lebih dari satu dan tidak boleh lebih dari satu.

Karena itu, atas dasar apa kaum Muslim di Indonesia justru berpuasa Arafah pada hari penyembelihan kurban di Makkah (10 Dzulhijjah), yang sebenarnya adalah hari raya Idul Adha bagi mereka? Dan bukankah berpuasa pada hari raya adalah perbuatan yang haram? Lalu atas dasar apa pula mereka Shalat Idul Adha di luar waktunya dan malahan shalat Idul Adha pada tanggal 11 Dzulhijjah (hari pertama dari Hari Tasyriq)?


Komentar:

Konsep hari yang sama dengan wukuf arofah ini menimbulkan pertanyaan. Apakah yang disebut sama itu sama hari dalam arti “date” yaitu tanggal 9 dzulhijjah, atau sama “day”-nya dalam arti sama-sama hari senin. Menurut saya yang benar adalah yaumu arofah dalam arti date yaitu yaumu tasi’ (hari kesembilan) dzulhijjah. Karena ibadah haji ini adalah ibadah yang terkait dengan bulan (yaitu dzulhijjah) bukan ibadah harian atau pekanan. Dengan demikian yang berlaku adalah hijri date line (atau modifikasi-modifikasiannya) bukan international date line (yang sekaligus international day line). International date line (yang sekaligus international day line) diciptakan dengan paradigma penanggalan solar (matahari) masehi dengan siklus harian dan tahunan, jadi tidak tepat untuk penggunaan kalender hijri.

Saya menjelaskan lebih panjang dalam postingan saya sebelum ini. Silakan langsung dirujuk ke sana.

Jadi menurut saya kami pun di Indonesia sudah berpuasa arofah pada hari yang sama dengan Saudi karena sama-sama dilakukan pada “date” 9 dzulhijjah. Masalah “day”-nya mah, kebetulan memang berbeda (yang satu senin yang satu selasa) karena kebetulan dari Saudi kebarat terus sampai ke Indonesia melewati international date line.

Adi Victoria berkata:

Sungguh, fenomena di Indonesia ini adalah sebuah bid’ah yang munkar (bid’ah munkarah), yang tidak boleh didiamkan oleh seorang muslim yang masih punya rasa takut kepada Allah dan azab-Nya!

Komentar:

Kalau mau bertarung saling membid’ahkan saya punya data lebih banyak mengenai kebid’ahan kelompok kalian. Tapi nggak lah, saya nggak mau memperpanjang urusan ini.

Adi Victoria berkata:

Berdasarkan uraian ini, maka Indonesia tidak boleh berbeda sendiri dari negeri-negeri Islam lainnya dalam hal penentuan hari-hari raya Islam. Indonesia tidak boleh menentang ijma’ (kesepakatan) seluruh kaum Muslim di seantero pelosok dunia, karena seluruh negara menganggap bahwa tanggal 10 Dzulhijjah di tetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Hijaz. Sungguh, tak ada yang menyalahi ijma’ kaum Muslim itu, selain Indonesia !

Lagi pula, atas dasar apa hanya Indonesia sendiri yang menentang ijma’ tersebut dan berupaya memecah belah persatuan dan kesatuan kaum Muslim? Apakah Indonesia berambisi untuk menjadi negara pertama yang mempelopori suatu tradisi yang buruk (sunnah sayyi’ah) sehingga para umaro’ dan ulama di Indonesia akan turut memikul dosanya dan dosa dari orang-orang yang mengamalkannya hingga Hari Kiamat nanti?


Komentar:

Harap kumpulkan data dari seluruh negeri-negeri muslim, terutama yang terletak di sebelah Timur Saudi. Kapan mereka melakukan Idul Adha. Ternyata tidak seluruhnya mengikuti Saudi bukan? Pakistan, Indonesia, Malaysia, Brunei tanggal 17 November, kok.
Saya sarankan Adi Victoria belajar lagi mengenai Ijma'.

Adi Victoria berkata:

Kita percaya sepenuhnya, perbedaan hari raya di Dunia Islam saat ini sesungguhnya terpulang kepada perbedaan pemerintahan dan kekuasaan Dunia Islam, yang terpecah belah dan terkotak-kotak dalam 50-an lebih negara kebangsaan yang direkayasa oleh kaum kafir penjajah.

Kita percaya pula sepenuhnya, bahwa kekompakan, persatuan, dan kesatuan Dunia Islam tak akan tewujud, kecuali di bahwa naungan Khilafah Islamiyah Rasyidah. Khilafah ini yang akan mempersatukan kaum Muslim di seluruh dunia, serta akan memimpin kaum Muslim untuk menjalani kehidupan bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Insya Allah cita-cita ini dapat terwujud tidak lama lagi !


Komentar:

Ketauan deh dari golongan, partai, kelompok apa pembuat tulisan meresahkan ini. Ternyata dari mereka yang terobsesi oleh khilafah.

(oh iya, bukan berarti saya anti khilafah lho ya, hanya saja nggak usahlah kita terlalu terobsesi sampai mengorbankan sisi-sisi agama Islam yang lain seperti tauhid, ibadah, dakwah, akhlak dll)

3 comments:

center said...

mantabs tulisannya.
hmm,kalo kata2nya lebih trengginas, pasti lebih panas.
[kangen ama postingan a la DOS]

faidzin said...

Pada dasarnya aku ini orang yang damai, gih. Nggak suka berdebat. Jadi maap-maap saja kalo bahasaku kurang trengginas atau provokatif.
Aku (belajar) membuat perdebatan ini - disamping karena si Adi Victor itu emang kurang ajar - juga utk (belajar) meningkatkan traffic. hehehehe.
Kata teori kan traffic bisa ditingkatkan kalo kita membuat postingan yang provokatif. sekali lagi hehehehe

irfan said...

terlalu prematur penjelasanya,,, juga ga pake dalil penjelasannya,,, cuman bermain logika aja klw kayak gitu siapapun juga bisa...

Post a Comment