Wednesday, January 26, 2011

Pembahasan Risalah Musa, Isa dan Muhammad

Dari tulisan saya di sini kita mengetahui bahwa pada pada awal eksodus Bani Israil dari Mesir menuju tanah yang dijanjikan di palestina, sebagian Bani Israil sudah menunjukkan bakatnya menentang risalah. Akibatnya Bani Israil pada era Musa tidak sampai berhasil masuk ke tanah yang dijanjikan, namun hanya berputar-putar di padang Tiih. Mereka baru berhasil masuk tanah yang dijanjikan pada era Nabi Daud.

Dengan tidak berhasilnya Musa sebagai pembawa syariat Taurat yang pertama masuk ke tanah yang dijanjikan karena dosa Bani Israil, maka Nabi Musa pun tidak bisa mendirikan daulah yang menjaga proses sistemisasi akidah tauhid tahap awal sebagai benchmark kebenaran dan sekaligus untuk memperkuat enforcement hukum-hukum Taurat. Akibatnya penyimpangan pun menjadi lebih mudah menjalar dalam ajaran Taurat sampai-sampai para rabbi-rabbi Yahudi di era kerajaan-kerajaan Bani Israil dan era pengasingan di Babilon berani mengubah-ubah ajaran Musa yang dibungkus ajaran oral ala Talmud dan puncaknya melegalisasi masuknya sihir dalam Bani Israil melalui Kabbalah.

Dengan sistematisasi kesesatan inilah maka secara resmi habislah ajaran tauhid melalui Taurat. Maka Alloh menurunkan Nabi dan Rasul-Nya Yahya dan Isa untuk memberi kabar gembira dan peringatan kepada Bani Israil. Melalui Isa inilah Alloh menurunkan kitab-Nya Injil. Dengan kitab ini maka Isa mengajarkan tauhid kepada murid-muridnya, para hawariyyin.

Namun dakwah ini juga menghadapi tantangan. Tidak tanggung-tanggung yang melawan adalah penguasa Romawi dibantu dengan antek-anteknya penguasa lokal dari kalangan Bani Israil dan di provokasi oleh Rabbi-rabbi Yahudi yang merasa terganggu dengan kehadiran Nabi Isa. Melalui makar-makar mereka akhirnya Nabi Isa dikejar-kejar dan diselamatkan oleh Alloh dengan diangkat ke langit. Tinggallah murid-muridnya mengajarkan tauhid kepada umat. Tapi kondisi merekapun sudah sangat lemah. Penguasa pun akhirnya memberangus total ajaran Nasrani awal ini.

Bahkan kemudian penguasa menciptakan “agama boneka” yang diatasnamakan Nasrani. Riwayat yang diakui hanya dari Paulus. Nabi Isa pun diangkat sebagai Tuhan. Diangkat sebagai anak Alloh. Untuk lengkapnya silakan dibaca di sini saja.

Dari segmen kisah Musa dan Isa inilah kita memperoleh satu benang merah bahwa kedua Rasul pembawa akidah tauhid ini langsung mendapatkan tantangan kesesatan dari umatnya sehingga qodarullah tidak bisa mensistemkan ajaran mereka dalam (katakanlah) daulah yang berdasarkan Tauhid. Akibatnya kesesatan pun semakin merajalela dan sulit dibasmi dan bahkan tersistemkan dalam “agama-agama” dan sistem kerahiban.

Di sinilah kita bisa membedakan antara risalah Musa dan Isa di satu sisi dan Nabi Muhammad di sisi lain. Pembedaan di sini bukan dalam rangka menilai siapa nabi yang paling mulia. Masalah kemuliaan kita kembalikan pada Alloh. Yang jelas semua Nabi dan Rasul-Nya adalah mulia. Yang saya bicarakan di sini adalah seperti apa sih qodar Alloh atas dakwah nabi-nabi tersebut.

Dakwah Nabi Muhammad juga mengalami tantangan yang hebat dari kaumnya yang bahkan sampai mengancam nyawa beliau. Namun qodarullah ternyata Alloh telah menentukan bahwa pusat dakwah Rasulullah akan dipindahkan ke Madinah dimana sebagian besar warganya sudah bersumpah setia mendukung dakwah Rasulullah. Di sanalah beliau menjadi penguasa dan menciptakan sistem yang melindungi dakwah tauhid dan bahkan mampu mengembangkan dakwah tauhid sampai menguasai jazirah Arab dan terus meluas hingga ke daerah-daerah yang jauh.

Kebutuhan untuk menciptakan satu pusat dakwah tauhid ini tergambar dari doa Rasulullah ketika perang badar yaitu ketika daulah Islam pertama mendapat tantangan pertama dari musuh: “Ya Allah, jika Engkau membinasakan pasukan Islam, tentulah Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi ini”. Artinya, dakwah tauhid membutuhkan pihak yang mendukung yaitu pusat dakwah Madinah yang waktu itu direpresentasikan sebagai pasukan Islam (wakil kedaulatan Madinah). Jika pusat kondensasi pihak pendukung dakwah tauhid tersebut dihancurkan maka tidak akan ada lagi tauhid di muka bumi.

Dengan adanya pusat dakwah tauhid yang tersistematiskan dalam daulah (negara) maka tersistematisasi pulalah kebenaran Islam. Islam yang tersistematiskan dengan aman itu diwujudkan dalam penjagaan (Alloh) atas Al Qur’an dan As Sunnah yang dilakukan oleh daulah Rasulullah dan Khilafah Rasyidah khususnya serta tiga generasi awal pertama umumnya.

Dalam tulisan ini saya tidak ada tendensi untuk mendukung usaha sebagian firqoh yang merasa perlu untuk mendahulukan usaha membangun daulah Islamiyah baik dalam lingkup lokal berupa penegakan syariat maupun dalam lingkup global berupa penegakan khilafah ‘alamiyah. Tertegaknya daulah Islamiyah pertama kali di era Rasulullah dan para Shahabat tidak lepas dari qodar Alloh, yaitu perwujudan firman Alloh bahwa Alloh akan mewariskan dunia pada orang-orang yang beriman.

Tujuan utama dakwah Rasulullah bukan menegakkan daulah Madinah. Tugas Rasulullah jelas yaitu untuk menegakkan tauhid, agar orang beriman dengan sebenar-benar iman. Daulah merupakan buah yang bermanfaat bagi dakwah tauhid.

Tulisan ini justru memperkuat perlunya kita berpegang teguh pada tiga generasi awal Islam: generasi Rasulullah dan shahabatnya, generasi tabiin dan generasi tabiuttabiin. Dengan tiga generasi itulah Alloh memperkuat sistematisasi Islam agar mampu tetap orisinal hingga akhir zaman. Dalam tiga era itulah Al Qur’an terjaga terus menerus dalam tingkat yang mutawatir. Dalam tiga era itu juga As Sunnah mulai tersistematiskan.

Bandingkan dengan risalah Taurat Nabi Musa yang tidak terjaga oleh umatnya (kecuali di tangan para nabi yang shalih). Sehingga Taurat pun mengalami beberapa episode penulisan ulang. Begitu pula dengan risalah Injil Nabi Isa yang harus ditulis ulang sesuai kehendak penguasa.

Catatan akhir: Al Qur’an tidak lantas menjadi berkurang keaslian karena adanya episode kodifikasi dan standarisasi mushaf oleh Khalifah Utsman. Walaupun penghafal Al Qur’an sudah relatif berkurang pada masa Utsman, namun jumlah penghafal masih tetap banyak. Penyimpangan keaslian sekecil apapun pasti akan mendatangkan protes dari para penghafal. Namun kenyataannya tidak ada protes tersebut. Jadi mushaf Utsman bisa dikatakan sebagai ijma shahabat dalam kodifikasi Al Qur’an.

No comments:

Post a Comment