Wednesday, September 29, 2010

Apakah Benar Malaysia Banyak Mengklaim Budaya Indonesia?

Katanya Malaysia banyak mengklaim (atau mencuri) budaya Indonesia. Batik, wayang, angklung, reog, kuda lumping, lagu rasa sayange, keris, rendang, tari piring.
Entah ada apa, siapa yang memulai tiba-tiba sebagian besar rakyat dan media Indonesia marah-marah. Kebencian tersulut. Dan ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Rakyat dan media Malaysia pun banyak yang akhirnya menanggapi (dimana sebagian dari mereka juga ada yang telah memiliki kemarahan sebelumnya karena sebab-sebab lain seperti misalnya masalah TKI dll).
Tapi sedikit sekali yang menyadari bahwa kebudayaan sebenarnya adalah warisan kemanusiaan. Mereka menjadi milik suatu masyarakat yang berafiliasi pada suku atau adat tertentu dan masyarakat tersebut tidak selalu memiliki batas yang jelas sebagaimana batas-batas negara.
Sekarang kita lihat Malaysia. Negara tersebut terdiri dari dua bagian besar yaitu di Semenanjung Malaya dan Kalimantan Utara. Masyarakat di Semenanjung Malaya mayoritas melayu. Sama melayu-nya dengan orang-orang di Sumatera, Indonesia. Jadi apakah salah jika Malaysia mengaku memiliki budaya melayu yang sama dengan Indonesia? Jika orang Riau saja punya batik, apakah salah kalau Malaysia juga punya batik?

batik Riau

batik Malaysia










Begitu pula dengan bagian Malaysia di Kalimantan Utara yang berbagi wilayah dengan Indonesia.
Selain itu, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pada masa lalu Malaysia pernah membuka pintu bagi imigran Indonesia yang kemudian dinaturalisasi secara formal menjadi warga Malaysia (konon untuk menjaga dominasi melayu di Malaysia karena orang Indonesia kan sering dianggap ras Melayu juga).
Di antara imigran Indonesia tersebut ada orang Minang, orang Jawa, orang Bugis dan lain-lain. Secara formal mereka adalah warga Malaysia, tapi apakah salah kalau mereka tetap membawa adat kebudayaannya. Jadi apakah salah kalau ada juga kuda lumping, reog (atau barong), tari lilin, rendang dan seterusnya di Malaysia? Kalau salah, berarti kita bisa menyalahkan Suriname dong, kalau di sana ada wayang kulit? Ngapain di Amerika Selatan yang jauh dari Jawa kok ada wayang kulit jawa.
Seandainya kebiasaan marah-marah atas (klaim) kebudayaan ini ada di dunia ini, maka bisa saja RRC marah besar atas perlakuan Indonesia (yang memiliki komunitas etnis Tionghoa) menganggap barongsai sebagai salah satu budaya (sebagian) rakyat Indonesia. Bisa saja Arab marah ke Indonesia karena orang betawi suka tarian Zapin. Bisa saja India marah karena wayang Mahabarata dan Ramayana atau bahkan irama Dangdut dianggap sebagai budaya Indonesia. Bisa saja Portugis marah karena keroncong dianggap budaya Indonesia. Dan seterusnya bisa dibuat daftar yang panjang.
Tapi kebiasaan marah-marah atas klaim kebudayaan ini ternyata hanya terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Kenapa?
Yaa... Saya sih, tidak bisa memastikan bahwa Malaysia itu tidak berdosa sama sekali dalam kasus ini. Mungkin ada juga share kesalahan dari pihak Malaysia sebagaimana mungkin ada share kesalahan dari pihak Indonesia.
Jadi ngapai ribut... wong sama-sama negeri muslim kok. Muslimnya sama, budayanya juga banyak yang sama.

1 comment:

Anonymous said...

saya juga heran bos, masyarakat kita ini memang mengidap penyakit "Narsisme identitas" merasa apa-apannya paling berhak, eksklusif, dan HANYA dimiliki Indonesia. saya sudah tidak heran dengan pengamatan saya itu memang sdh mental masyarakat kita yang narrow-minded dan perlu disembuhkan.
ngomong-ngomong soal budaya, adalah benar apa yang anda utarakan. budaya itu haruslah ditilik dari nilai-nilai historical nya yang tidak lepas dari dinamika perkembangan, pengaruh serta asimilasi, bukan dengan pemetaan geografis nasional, apalagi malaysia dan indonesia secara rumpun itu masih satu, nggak kayak misal Mongol & Arab yang sdh beda rumpun secara teknis.

mungkin juga ini karena dari akibat masyarakat kita yang terlalu lokalisme, kurang terbuka terhadap dunia luar sana. kita bisa ambil contoh di negara lain, seperti Iran, negeri Persia, kita tau dahulu kekuasaan dinasti Persia membentang dari kelahirannya di Iran hingga asia tengah, paling timur di utara-barat RRC provinsi Xinjiang. dan membentang di barat melewati Turki, Eropa Timur, dan sebagian Balkan. maka kita bisa temukan warisan-warisan seni dan tradisi di daerah-daerah bekas kekuasaan dinasti persia serta hegemoninya tersebut, seperti di negara-negara arab "Persian carpet" sudah menjadi budaya setempat yang tertradisikan, mereka akui sebagai bagian dari peninggalan tatkala itu, tapi lantas apakah mereka sebut itu "Karpet arab", tidah toh, mereka tetap katakan itu "Persian carpet", begitu juga dengan negara-negara Turkic di asia tengah dan sekitarnya (Azerbaijan, Kazakhstan, Uzbekistan, bahkan Turki) ada tradisi perayaan Nowruz setiap tahun menurut hitungan kalender Persia yang disebut juga "Persian new year", padahal kan Persia itu dari Iran? tapi Iran gak protes-protes narsis tuh, karena mereka mikirnya terbuka secara historis dan dinamika kebangsaannya tatkala itu, belum lagi yang akhirnya dalam sejarah terdapat diaspora orang-orang Persia sampai asia tengah yang kini juga mayoritas di Tajikistan (Iran & Tajikistan sama-sama berbahasa persia cuman beda aksen ibarat indo-malay).

dan yang paling penting, gak ada kebudayaan di dunia ini YANG TIDAK merupakan hasil baik itu pengaruh atau kawin-mawin ras/budaya antar kaum yg berbeda, jadi hentikan narsisme identitas ini. orang yang berbudaya sesungguhnya bukan karena masa lalunya, tapi KUALITAS INDIVIDUNYA untuk membentuk kehidupan masyarakat yang beradab dan intelek. itu saja.

Post a Comment