Monday, February 7, 2011

All the Rivers Run

Minggu kemarin dua kali aku membuat status Facebook dengan tema All the Rivers Run. Pertama waktu mencari soundtrack All the Rivers Run dan kedua waktu share opening All the Rivers Run.

Buat yang belum tau atau belum ingat All the Rivers Run, maka sedikit saya jelaskan di sini bahwa All the Rivers Run adalah sebuah miniseri Australia yang ditayangkan TVRI sekitar tahun 1991 pada malam hari setelah Dunia dalam Berita (dan kalau nggak salah kemudian digeser lebih malam dari itu).

Waktu tayang pertama kali aku masih kelas 4 SD dan tamat waktu aku sudah di kelas 5. Miniseri itu satu di antara sedikit miniseri dewasa yang menghiasi masa kecilku. Sebagaimana telah diceritakan di blog ini juga, bahwa aku sudah berkenalan dengan kisah-kisah romantis sejak kecil, maka aku pun jadi lebih menyukai miniseri ini dari pada film-film anak-anak waktu itu macam unyil, dan rela untuk tidur lebih malam untuk menontonnya.
(Tentunya ini tidak menjadi justifikasi buatku untuk membiarkan anak-anakku menonton kisah dewasa sampai malam. Kisah dewasa yang tayang saat ini banyak mengumbar kekerasan dan sensualisme. Berbeda dengan All the Rivers Run yang banyak mengajarkan perjuangan hidup dan cinta tanpa mengumbar kekerasan dan sensualisme)

Tanpa melihat Wikipedia, youtube maupun situs lain dan hanya menggunakan ingatan, saya akan mencoba bercerita kisah All the Rivers Run ini. Kisah ini bercerita mengenai perempuan bernama Philadelphia. Kisah pertama adalah mengenai kecelakaan kapal yang terjadi di sekitar Australia. Salah satu penumpangnya diselamatkan. Dialah Philadelphia sang tokoh utama. Setelah sembuh, maka Philadelphia pun pergi ke rumah saudaranya di pedalaman Australia menggunakan perahu sungai yang digerakkan mesin uap dan baling-baling di kedua sisinya. Ketika sedang naik perahu itu, topinya (kalau tidak salah topi) jatuh ke air. Muncullah tokoh utama laki-laki bernama Brenton. Dia adalah kelasi kapal. Dia nyebur ke air dan mengambilkan barangnya philadelpia yang jatuh itu. (klasik banget kan? Hehe)

Sampailah Philadelphia di rumah saudaranya yang berada di tepi sungai. Philadelphia dan saudaranya ini bisa dibilang termasuk orang kaya gitu. di Di sana dia gemar melukis di tepi sungai. Philadelphia memang memiliki hobi melukis. Karena sering berada di pinggir sungai sambil melukis maka Philadelphia pun sering melihat perahunya Brenton lewat. Kalau sedang lewat Brenton sering memamerkan keahlian berbahaya: mencebur ke air kemudian menyelam lewat bawah baling-baling kapal dan muncul di buritan kapal. Dari pertemuan-pertemuan inilah akhirnya mereka jatuh cinta. Kisah cinta antara perempuan dari kalangan berada dengan seorang kelasi biasa dari kalangan bawah. (klasik lagi kan? Hehe)

Singkat cerita karena perjuangan mereka, akhirnya mereka bisa menikah. Philadelphia yang berasal dari kalangan atas terpaksa mengikuti suaminya tinggal di lingkungan kumuh. Brenton akhirnya memiliki kapalnya sendiri dan mereka pun memiliki anak. Kesulitan hidup setelah memiliki anak dan tinggal di lingkungan kumuh mulai menimbulkan pertengkaran-pertengkaran antara pasangan Philadelphia dan Brenton. Karena tidak tahan, Philadelphia pun minggat ke rumah temannya yang termasuk kalangan berada dan memiliki hobi yang sama yaitu melukis.

Di rumah temannya, Philadelphia bukannya berbahagia, tapi dia justru mengalami beberapa masalah dan benturan-benturan (saya lupa masalahnya waktu itu). Di sisi lain, setelah ditinggal Philadelphia, Brenton justru terjatuh dalam dunia kriminal penyeludupan narkoba.

Pada suatu hari usaha penyelundupan narkoba yang dilakukan Brenton digrebek polisi. Brenton dan beberapa temannya berhasil lolos. Kejadian penggrebekan ini membuat Brenton kapok berbuat kriminal. Di sisi lain, Philadelphia juga mulai menyadari kesalahannya. Pada episode-episode akhir digambarkan Brenton, karena kebahagiaannya melihat Philadelphia, kembali meloncat ke air untuk melakukan aksi berbahaya menyelam di bawah baling-baling kapal. Ternyata kali ini Brenton gagal. Beruntung dia masih hidup dan hanya cacat kakinya. Akhir cerita Philadelphia pun bersama-sama lagi dengan Brenton mengelola kapal mereka. Karena Brenton cacat, maka Philadelphia lah yang mengemudikan kapal.

Demikianlah kisah sederhana All the Rivers Run. Walaupun sederhana, namun kisah tersebut bermakna cukup besar bagiku. Bukan sekedar dari sisi romantisisme alur cerita, namun juga dari konteks lingkungan di sekitar diriku waktu itu.

Aku menonton All the Rivers Run episode pertama tepat pada saat kampanye pemilihan kepala desa dimana bapakku menjadi kandidat terpilihnya. Aku menonton sendirian di pojokan ruang tamu di antara asap rokok para tamu. Tidak ada satu pun orang yang memperhatikan bahwa masih ada seorang anak berusia sepuluh tahun masih melek jam sepuluh malam di pojokan sambil nonton film.

All the Rivers Run adalah simbol pengorbanan kami sebagai anak seorang pejabat publik yang merelakan orang tuanya untuk dimiliki bersama oleh semua orang, oleh semua warganya. Kalau sebelumnya kami makan tidur dan banyak beraktivitas bersama orang tua kami. Tapi sejak orang tuaku menjadi kepala desa, maka aku dan adikku tidak lagi mendapat privilege itu. Bapak dan ibu kami sekarang sudah menjadi bapak dan ibu bagi seluruh warga masyarakat desa. Kalau sebelumnya kami bisa bermain dengan leluasa di halaman rumah dan tidur tenang di malam hari. Maka sejak orang tuaku menjadi pejabat publik, maka kami tidak bisa lagi bebas bermain karena halaman rumah kami sering digunakan untuk kegiatan masyarakat. Kami pun sering tidur tidak tepat waktu karena rumah kami digunakan untuk rapat-rapat warga sampai malam.

Banyak ending dari kisah anak-anak pejabat publik yang terlantar ini yang kemudian menjadi anak salah asuhan dengan pergaulan bebas. Tapi Alhamdulillah, walaupun kami mungkin tidak maksimal mendapatkan kasih sayang orang tua, tapi tidak berakhir sad ending. Mungkin inilah buah kelurusan niat orang tua kami.

Mungkin adik-adikku belum pernah mengetahui fakta ini (mereka masih kecil saat itu, dan bahkan ada yang belum lahir). Tapi aku pernah mendengar langsung pernyataan dari bapakku kepada ibuku ketika beliau mencalonkan diri menjadi kepala desa. Beliau mengatakan bahwa pencalonannya menjadi kepala desa dilakukan hanya untuk menambah pundi-pundi tabungan akhirat mereka berdua.

Waktu itu aku belum paham apa arti ucapan mereka itu. Tapi sekarang, 20 tahun setelah mereka mengucapkan itu, dalam perenunganku aku benar-benar terharu dengan orang tua kami.

Sebelum mencalonkan diri sebagai kepala desa, bapakku bekerja di sektor migas dengan penghasilan yang lumayan untuk ukuran desa kami. Tahun 80an, orang tuaku sudah memiliki rumah “gedong”, satu-satunya di lingkungan kami. Televisi hitam putih pun ada di rumah kami. Kalau lagi ada acara kethoprak, maka warga “satu RT” kumpul semua di rumah kami. Mainan yang kumiliki juga relatif lebih modern daripada anak-anak lain di kampung kami. Mobil remote control, game n watch, sony walkman menjadi mainanku waktu itu (tahun 80an).

Tapi kemudian, orang tuaku kemudian meninggalkan karirnya hanya untuk menambah pundi-pundi tabungan akhirat?

Wajar bagi pejabat publik untuk memiliki sedikit waktu bagi anak-anaknya. Yang membedakan hanyalah niat mereka. Jika niat mereka tidak lurus, maka Alloh akan banyak menimpakan cobaan yang bisa jadi diwujudkan dalam kegoncangan keluarga dan anak-anak. Namun jika niat mereka benar, maka Insya Alloh segala urusan akan dibereskan oleh Alloh.

Bisa jadi (dan mudah-mudahan memang seperti ini) orang tua kami memang lurus niatnya waktu itu, sehingga Alloh pun berkenan untuk membantu orang tua kami “memelihara” kami sebagai anak-anaknya. Memang, pemeliharaan itu tidak sesempurna pemeliharaan Alloh atas nabi-nabi yang terpilih, namun kami tetap bersyukur bahwa kami bisa tumbuh seperti apa adanya kami saat ini. Terlepas dari kekurangan pribadi kami, Alhamdulillah, kami tumbuh menjadi anak-anak yang oleh orang-orang sering dikatakan baik (Mudah-mudahan Alloh juga memandang kami baik).

Mudah-mudahan Alloh meluruskan niat orang tua kami. Semoga Alloh meluruskan bakti kami untuk orang tua kami, menjadikan kami sholih sholihah. Khususnya untuk aku, semoga aku bisa mengambil pelajaran dari orang tuaku untuk lebih mementingkan tabungan akhirat daripada karir dan materi duniawi.

1 comment:

fery fajar hastanto said...

alhamdulillaah...got sei dank...mein besten freund...sukses untukmu yah? mdh2 an sy diberikan umur dan kesempatan bertemu dikau lagi...

Post a Comment